Apakah anda sudah makan hari ini? Apakah ada sampah dari makanan hari ini? Tidak, karena makanan diambil secukupnya, dimakan, dan dihabiskan. Yakin? Bagaimana dengan sampah dari proses penyiapan makanan anda?
Pada tahun 2011,
Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (Food and Agriculture Organization (FAO)
United Nations (UN)) pertama kali melaporkan hasil penelitian tentang
dampak sampah sisa makanan (food waste)
akan lingkungan. Penelitian ini memperkirakan, sepertiga dari total makanan
yang diproduksi untuk konsumsi manusia di dunia hilang atau terboroskan per
tahun.
Berdasarkan United Nations Environment Programme
(UNEP), sampah sisa makanan (food waste)
didefinisikan sebagai makanan (termasuk minuman) dan berhubungan dengan bagian tidak
dapat dimakan yang dihilangkan dari rantai persediaan makanan manusia dalam
sektor: produksi produk makanan, pedagang eceran, pelayanan makanan, dan rumah
tangga.
Selanjutnya,
dalam sebuah publikasi oleh Economist
Intelligence Unit melaporkan bahwa Indonesia
adalah negara yang menduduki peringkat kedua setelah Arab Saudi dalam hal
membuang-buang makanan. Setiap tahunnya terdapat 13 juta ton sisa makanan yang
terbuang di Indonesia atau setara dengan 500 kali berat monas dan jika di
rata-ratakan setiap orang di Indonesia membuang 300 kg sampah makanan setiap
tahunnya.
![]() |
Pemboros Makanan Terbesar (sumber: The Economist Intelligence Unit, 2016) |
Inovasi dan Penelitian Mahasiswa akan Sampah Sisa Makanan
Isu ini memang
sudah bukan sebuah isu baru, melainkan isu yang mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun, dan harus segera ditangani. Mahasiswa-mahasiswa Indonesia juga
dituntut berinovasi dalam menangani sampah sisa makanan ini, baik tugas kuliah,
penelitian tugas akhir, maupun untuk mengikuti berbagai ajang perlombaan. Adapun
yang saya atau beberapa teman kuliahku lakukan saat itu antara lain brownies cangkang telur, churros kulit pisang, bioplastik dari
bonggol jagung.
Di sini, saya
ingin menyatakan bahwa sampah
makanan yang digunakan dalam penelitian, pembuatan produk-produk tugas
kuliah dan perlombaan adalah benar mengumpulkan sampah makanan di pedagang
makanan, penjual jus buah, atau pasar tradisional sekitar kampus, tanpa sengaja
menciptakan sampah makanan yang baru, dengan ketentuan hanya satu tempat khusus
pengumpulan sampah makanan untuk memastikan bahan yang digunakan adalah homogen.
Pemanfaatan Air
Rendaman Kulit Buah dan Sayur sebagai Deterjen Pembersih Keramik
Berikut, dalam
artikel ini, saya akan membagikan cerita suatu penelitan Pemanfaatan Air
Rendaman Kulit Buah dan Sayur sebagai Deterjen Pembersih Keramik yang saya dan
tim kerjakan dalam mengikuti lomba Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian
(PKM-P) yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi
(DIKTI) pada tahun 2014. Sebenarnya, pemanfaatan air rendaman kulit buah dan
sayur sebagai deterjen rumah tangga sudah ada di beberapa negara di Asia,
tetapi belum ada penelitian ilmiah tentang efektivitasnya.
Oleh karena itu,
kami melakukan penelitian menggunakan kulit buah jeruk, dan sayur kol, yang
sering menjadi sampah sisa makanan, dan bukan merupakan produk musiman. Kami
berkomunikasi terlebih dahulu pada penjual jus buah tentang peruntukan kami,
menitipkan wadah untuk penyimpanan sampah makanan tersebut, dan mengoleksi
sampah makanan secara rutin untuk menghindari timbulnya bau tidak sedap di
tempat makan akibat pengumpulan sampah tersebut. Selanjutnya, kami memperoleh
kol dari pasar tradisional.
Sebanyak 1 kg
gula merah (yang sudah dihaluskan), 1,5 kg kulit buah jeruk dan 1,5 kg sayur
kol dimasukkan ke dalam 10 kg air (Perbandingan gula merah: kulit buah dan
sayur: air adalah 1:3:10). Campuran tersebut diaduk rata dan ditutup rapat
dalam wadah toples plastik. Gas yang terbentuk dilepas setiap sekali sehari
untuk 1 bulan pertama. Selanjutnya, untuk bulan ke-2 dan ke-3, pelepasan gas
hanya dilakukan bila perlu. Lalu, larutan dari disaring dan rendaman siap
dievaluasi.
![]() |
Pembuatan Air Rendaman Kulit Buah dan Sayur sebagai Deterjen Pembersih Keramik |
![]() |
Air Rendaman Kulit Buah dan Sayur saat 3 bulan |
![]() |
Air Rendaman Kulit Buah dan Sayur disaring, dan siap digunakan |
Proses ini disebut
sebagai proses fermentasi. Hasil fermentasi selama 3 bulan ini menghasilkan
larutan berbau asam wangi, dengan pH 4.
Kemudian, rendaman
tersebut dievaluasi dengan metode uji koefisien fenol yang merupakan metode
pengujian efektivitas desinfektan. Karena tujuan penelitian ini adalah ingin
membuktikan efektivitas rendaman ini sebagai pembersih rumah tangga, maka
bakteri yang digunakan adalah Escherichia coli, salah satu jenis bakteri
yang sering dijumpai pada kamar mandi.
Namun, pada
hasil pengujian koefisien fenol tidak dapat disimpulkan karena terjadi
pertumbuhan mikroorganisme yang tidak beraturan pada beberapa pengenceran. Hal
ini dapat disebabkan oleh pertumbuhan bakteri Escherichia coli maupun
karena adanya mikroorganisme hasil fermentasi.
Oleh karena itu,
pengujian diulangi dengan memipet 5 μl larutan rendaman yang berkontak dengan
bakteri selama 15 menit ke dalam cawan petri besar dan ditumbuhkan dalam media
Mac Conkey. Media ini memberikan karakteristik pada pertumbuhan bakteri gram
negatif dan gram positif sehingga dapat mengonfirmasi apakah bakteri yang
tumbuh adalah Escherichia coli atau bukan. Setelah diinkubasi selama
18-24 jam, hasil pengamatan menunjukkan tidak adanya pertumbuhan Escherichia
coli yang berarti bakteri terbunuh dengan rendaman konsentrasi 50%, 25 %
dan 16,7% pada waktu kontak selama 15 menit.
Kemudian, kami
memberikan air rendaman tersebut kepada petugas kebersihan di kampus, dan
mendapatkan respon baik akan hasil membersihkan dari rendaman tersebut. Kami
juga membagikan tips pembuatan rendaman ini pada media sosial, dengan harapan
dapat dimanfaatkan kalangan luas.
Tips Cantik
dengan Sampah Sisa Makanan
Saya sudah rutin
melakukan perawatan kulit dengan masker putih telur seminggu sekali selama
beberapa bulan, layak salah satu informasi pemanfaatan putih telur sebagai
masker alami yang dibagikan pada akun Instagram @bandungfoodsmartcity. Tentunya,
dengan memanfaatkan sampah sisa makanan.
![]() |
Masker Alami dari Putih Telur (Sumber: akun Instagram @bandungfoodsmartcity) |
Sadari atau
tidak, bahwa putih telur sering kali sulit tertuang keluar semua dari
cangkangnya? Ya, tentu, karena putih telur bertekstur kental, kecuali kalau
anda menerbalikkan cangkang telur selama waktu tertentu demi tetesan terakhir.
Tetapi, saya yakin kebanyakan ibu-ibu rumah tangga ataupun koki-koki tidak
melakukannya, betul?
Nah, cara ini
memberi solusi bagi anda untuk tampil cantik menggunakan putih telur hingga
tetesan terakhir:
1. Cuci muka anda hingga bersih.
2. Oleskan putih telur ke muka.
3. Lepaskan lapisan putih dari cangkang
telur (lapisan membran cangkang), dan tempelkan merata pada muka.
4. Diamkan sekitar 15 menit (atau hingga
putih telur agak mengering, sehingga wajah terasa kencang). Jangan kelamaan
atau hingga terlalu kering putih telurnya ya, karena kulit muka bisa berlebihan
tertarik, sehingga berpotensi menimbulkan keriput.
5. Kupas pelan-pelan lapisan membran
cangkang dari muka, dan komedo di muka akan terangkat.
6. Gunakan air bersih untuk membilas
wajah.
Kini, sampah makanan di rumah dapat
termanfaatkan dengan baik. Pembersih keramik, dan masker perawatan muka sudah
tidak perlu dibeli, melainkan didaur ulang dari sampah makanan. Selain
mengurangi limbah organik, juga mengurangi pemanfaatan zat-zat kimiawi di
rumah. Sampah sisa makanan pada level
konsumen adalah tanggung jawab kita semua. Bagi anda yang ingin tahu lebih
banyak informasi, tips dan trik mengurangi sampah makanan, mari mengikuti akun
media sosial Bandung food smart
city:
Fanpage :
bandungfoodsmartcity
Twitter : @bdgcerdaspangan
Instagram : @bandungfoodsmartcity
Youtube :
bandungfoodsmartcity
Website : https://bandungfoodsmartcity.org
Daftar Pustaka
FAO. 2011. Global
Food Losses and Waste. Extent, Causes and Prevention. Available at http://www.fao.org/docrep/014/mb060e/mb060e00.pdf
[diakses pada 27 April 2021].
Prakash, Bhavani. 2011. Garbage Enzymes.
Available online at http://vegvibe.com/VegVibeJan11.pdf [diakses pada
tanggal 14 Oktober 2013].
The Economist Intelligence Unit. 2016. Fixing
Food Towards A More Sustainable Food System. Available online at https://www.barillacfn.com/m/publications/fixing-food-towards-a-more-sustainable-food-system.pdf
[diakses pada 23 Mei 2021].
United Nations Environment Programme (2021). Food Waste Index Report 2021. Nairobi. [diakses pada 27 April 2021].