Iklan dan promosi produk tembakau serta
kegiatan olahraga dan kesenian yang disponsori oleh industri rokok bertujuan
untuk menciptakan kondisi dimana penggunaan tembakau dianggap sebagai sesuatu
yang normal, wajar, dan dapat diterima. Iklan rokok pun sangat atraktif dan
kreatif menyentuh sisi psikologis yang menunjukkan citra berani, macho, trendi,
keren, kebersamaan, santai, optimis, jantan, penuh petualangan, kreatif, serta
berbagai hal lain yang membanggakan dan mewakili suara hati anak muda dan
remaja (TCSC-IAKMI, 2018).
Gencarnya Iklan, Promosi, dan Sponsor
(IPS) rokok berdampak pada semakin meningkatnya prevalensi merokok pada
anak-anak dan remaja. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa IPS rokok
menimbulkan keinginan anak dan remaja untuk mulai merokok, mendorong anak-anak
perokok untuk terus merokok, dan mendorong anak-anak yang telah berhenti
merokok untuk kembali merokok (TCSC-IAKMI, 2018). Hal ini patut diberi
perhatian sungguh-sungguh, apalagi dengan melihat semakin meningkatnya
prevalensi merokok pada populasi usia 10-18 tahun, dalam periode tahun
2013-2018 (Kementerian Kesehatan RI, 2018).
![]() |
Prevalensi Merokok pada Populasi Usia 10-18 tahun (Sumber: Riset Kesehatan Dasar 2018) |
Perhatian ini tidak hanya oleh kalangan
dewasa. Seperti yang diungkapkan oleh Nahla Jovial Nisa, Koordinator Advokasi
Lentera Anak dalam talkshow program radio Ruang
Publik KBR yang bertema Strategi Daerah Terapkan Pembatasan Iklan Rokok, “Forum
Anak sering berdiskusi dengan bupati/ kepala dinas menyampaikan hal keresahan,
jadi awareness (kesadaran) dari
masyarakat itu ada dan pemerintah juga bersikap terbuka. Perspektif yang
dipakai tidak hanya perspektif keuntungan ekonomi, tetapi yang dipakai adalah
investasi untuk melindungi anak ini ke depannya bisa menghasilkan generasi emas
yang unggul.”
Cerita Kampungku: Tanjung Balai Karimun, Kepulauan
Riau
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2013, rerata
proporsi perokok saat itu di Indonesia adalah 29,3 persen. Proporsi perokok
saat itu terbanyak di Kepulauan Riau dengan perokok setiap hari 27,2 persen dan
kadang-kadang merokok 3,5 persen. Walaupun rerata proporsi perokok di Kepulauan
Riau yang berpuncak pada 30,7 saat tahun 2013 ini menurun hingga sekitar 27 pada
tahun 2018, tetapi hingga tanggal artikel ini dibuat, masih banyak iklan dan
promosi rokok, serta kegiatan olahraga dan kesenian yang disponsori oleh
industri rokok. Bentuknya pun bervariasi dari banner, billboard, poster, stiker
yang kerap dijumpai pada rumah/ warung makan, toko/ kios kaki lima, hingga
transportasi umum.
Bahkan masih ada poin tentang reklame jenis rokok
dalam Peraturan Daerah Kabupaten Karimun Nomor 3 Tahun 2018
Tentang Pajak Daerah, Pasal 21:
(1) Tarif Pajak Reklame sebesar 20% (dua puluh
persen).
(2)
Tarif Pajak Reklame dalam bentuk bilboard dan bukan bilboard reklame jenis
rokok dan minuman beralkohol sebesar 25% (dua puluh lima persen).
Demikian, artikel ini dibuat agar dapat
menjadi bahan pertimbangan pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dalam menerapkan
Pembatasan dan Pelarangan Iklan Rokok.
Pengguna
Facebook dan Instagram Sudah Lebih Sejahtera
Berdasarkan hasil penelitian TCSC-IAKMI,
2018 diketahui bahwa dari 10 media iklan rokok, hanya lima media yang memiliki
hubungan signifikan dengan status merokok pada anak dan remaja, diantaranya:
TV, radio, billboard, poster, dan internet. Anak dan remaja usia di bawah 18
tahun yang terpapar iklan rokok di TV, radio, billboard, poster, dan internet
memiliki peluang berturut-turut 2,24; 1,54; 1,55; 1,53; dan 1,59 kali lebih
besar untuk menjadi perokok dibandingkan dengan anak dan remaja usia dibawah 18
tahun yang tidak terpapar iklan rokok.
Dalam hasil penelitian ini juga
menunjukkan bahwa paparan iklan rokok pada internet lebih besar pada usia
remaja (di bawah 18 tahun) (45,7%) dibandingkan dewasa (38%). Namun, ada juga
yang bisa membuat lega, yaitu dua platform media sosial yang besar dan banyak
digunakan di Indonesia, yaitu Facebook dan Instagram telah melarang segala
pemasangan iklan untuk produk tembakau, dan vaping
sejak tahun 2019, sehingga dapat menjamin penggunanya terbebas dari segala isi
yang berhubungan dengan tembakau.
![]() |
Paparan Iklan Rokok Berdasarkan Usia (Sumber: Laporan Penelitian Paparan Iklan, Promosi, dan Sponsor Rokok di Indonesia, 2018). |
Masyarakat
Berpenghasilan Menengah dan Rendah Akan Lebih Sejahtera
Sebenarnya, rokok itu kebutuhan
primer, sekunder, atau tersier ya? Bila itu bukan kebutuhan primer, berarti
hanya orang-orang yang sudah tercukupi kebutuhan primer yang akan merokok,
betul? Namun, data yang diperoleh cukup memprihatinkan bahwa proporsi penduduk
umur ≥10 tahun yang memiliki kebiasaan merokok justru lebih tinggi pada kuintil
indeks kepemilikan terbawah hingga menengah atas dibandingkan kuintil teratas. Selain
menyita banyak penghasilan untuk membeli rokok, ini juga merupakan investasi jangka
panjang bagi keterpurukan kesehatan
tubuh mereka.
![]() |
Proporsi Penduduk Umur ≥10 Tahun Menurut Kebiasaan Merokok dan Karakteristik, Indonesia 2013 (Sumber: Riskesdas 2013) |
Berdasarkan hasil survei Badan Pusat
Statistik tahun 2020, pengeluaran per kapita sebulan untuk rokok lebih besar
daripada pengeluaran untuk membeli makanan-makanan bergizi, bahkan nilainya
sebanding dengan total penjumlahan untuk pengeluaran telur, susu, dan
sayur-sayuran. Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan untuk belanja rokok malahan
dua kali lebih banyak daripada buah-buahan yang bermanfaat bagi kesehatan.
![]() |
Pengeluaran Penduduk Serta Ketersediaan dan Konsumsi Makanan (Sumber: Statistik Indonesia 2020) |
Petani Tembakau Bisa Tetap Sejahtera
Dalam Fact Sheet Petani Tembakau di Indonesia yang diterbitkan oleh Tobacco Control Support Centre – Ikatan Ahli
Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC – IAKMI), petani tembakau belum menikmati
tingkat kesejahteraan yang setara dengan melonjaknya produksi rokok dan
keuntungan industri. Salah satu penyebabnya adalah petani memiliki posisi tawar
yang rendah terhadap industri rokok, karena kualitas dan harga tembakau
ditetapkan oleh pembeli, tanpa pemberitahuan standar kualitas yang digunakan.
Sebagaimana
dalam pasal 58 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 109 Tahun 2012
tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi
Kesehatan:
(1) Menteri, menteri terkait, Kepala Badan, dan Pemerintah Daerah
melakukan upaya pengembangan dalam rangka diversifikasi Produk Tembakau yang
penggunaannya akan membawa manfaat bagi kesehatan.
(2) Diversifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan dengan melibatkan peran serta masyarakat sebagai upaya melindungi
kelestarian tanaman tembakau.
Kemudian,
pada bagian Penjelasan, menyebutkan bahwa Diversifikasi dimaksudkan agar
penggunaan Produk Tembakau tidak membahayakan bagi kesehatan. Seperti yang
dipublikasikan dalam www.sciencedaily.com,
tanaman tembakau ini dapat digunakan sebagai obat autoimun, obat penyakit
radang, dan sebagai pestisida. Dengan demikian, petani dan tanaman tembakau
akan tetap bernilai.
Pabrik Rokok
Tetap Sejahtera
Kendati sudah ada pengendalian Iklan
Produk Tembakau dalam PP RI 109 tahun 2012, iklan di media penyiaran hanya dapat
ditayangkan setelah pukul 21.30 sampai dengan pukul 05.00 waktu setempat.
Tetapi, bagiku, iklan rokok di TV merupakan salah satu jenis iklan yang sangat
keren untuk ditonton. Mulai dari lokasi pengambilan iklan, hingga aksi
menantang dalam iklan, sungguh indahnya bila itu bukan sebuah iklan dari produk
berbahaya, rokok.
Bukankah akan
lebih hemat pengeluaran bagi industri rokok untuk tidak merilis iklan? Pasti
biaya produksi iklan rokok yang keren pada TV itu sangat tinggi kan? Pencetakan
billboard, spanduk, dan poster rokok untuk ditempelkan dijalanan, warung makan,
toko atau kios juga memakan biaya, dan dapat menjadi sampah yang mencemari
lingkungan.
Banyak negara
yang sudah melarang IPS rokok, di mana pabrik rokok di negara tersebut tetap
dapat bertahan dalam bisnisnya. Sehingga lebih baik, uang tersebut dialokasikan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sisi lainnya, seperti karyawan
pabrik, petani tembakau, atau Corporate
Social Responsibility (CSR) bentuk lainnya.
Pemerintah
Daerah Tetap Sejahtera
Seperti
yang diungkapkan dalam Pasal 34 PP RI No 109 Tahun 2012 bahwa Ketentuan lebih
lanjut mengenai Iklan Produk Tembakau di media luar ruang diatur oleh
Pemerintah Daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah diberi otonomi untuk
mengatur masing-masing.
Tetapi,
belum banyak daerah yang berani menerapkan kebijakan seperti Kota Sawahlunto di
Sumatra Barat ini. Sebagai salah satu kota yang sudah menerapkan pelarangan dan
pembatasan IPS rokok di kotanya, Dedy Syahendry, Kepala Dinas Sosial,
Pemberdayaan Masyarakat Desa, Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos PMD-PPA)
Kota Sawahlunto menyampaikan bahwa pencanangan
peraturan ini tidak berdampak besar pada penghasilan asli daerah.
Layaknya
peribahasa, “Lebih baik mencegah daripada mengobati.” Kebijakan membatasi IPS
rokok yang terbukti berdampak pada berkurangnya perokok pemula, yang seiring
dengan berjalannya waktu akan menurunkan penderita berbagai penyakit yang
merupakan efek negatif merokok, seperti kanker paru-paru, penyakit jantung, dan
lainnya.
Mulai
dari pribadi tidak merokok, akan mengurangi perokok pasif, dan juga perokok
tersier (perokok pihak ketiga/ third hand
smoker). Jumlah penduduk sehat di daerah tersebut akan meningkat secara
signifikan, sehingga menghasilkan generasi emas, yang membawa perkembangan
daerah yang pesat.
Jadi, dengan dibatasinya iklan
rokok, maka:
- Masyarakat akan sejahtera, karena semakin sedikitnya masyarakat yang terjerumus dalam kecanduan rokok yang akan menguras sebagian besar penghasilan dan kesehatan mereka, sehingga uang dapat digunakan untuk hal-hal bermanfaat lainnya.
- Petani tembakau akan sejahtera, karena diversifikasi produk tembakau akan memunculkan pembeli tembakau yang baru sehingga meningkatkan daya saing pasar, yang juga akan berdampak positif pada penghasilan petani.
- Pabrik rokok akan sejahtera, karena alokasi dana untuk iklan berkurang (bahkan tidak ada).
- Pemerintah daerah akan sejahtera, karena penghasilan daerah akan meningkat seiring dengan meningkatnya kualitas putra daerah setempat.
Daftar Pustaka
Badan Pusat
Statistik. 2020. Statistik Indonesia 2020.
Facebook. 2020.
Tobacco and Related Products. Tersedia online di https://m.facebook.com/policies/ads/prohibited_content/tobacco
[diakses pada tanggal 8 Juli 2020].
Instagram. 2020.
Pedoman Komunitas. Tersedia online di https://help.instagram.com/477434105621119
[diakses pada tanggal 8 Juli 2020].
Kementerian
Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013.
Kementerian
Kesehatan RI. 2018. Riset Kesehatan Dasar 2018.
Pemerintah
Republik Indonesia. 2012. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 109
Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk
Tembakau Bagi Kesehatan.
Pemerintah Kabupaten Karimun. 2018. Peraturan Daerah
Kabupaten Karimun Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Pajak Daerah.
Tobacco Control Support Centre – Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat
Indonesia (TCSC – IAKMI), International Union Against Tuberculosis and Lung
Disease (The Union) beserta 15 universitas/organisasi masyarakat sipil lokal.
2018. Laporan penelitian Paparan Iklan, Promosi, dan Sponsor Rokok di
Indonesia. Jakarta.
Ruang Publik KBR
yang bertema Strategi Daerah Terapkan Pembatasan Iklan Rokok. Available online
at https://m.kbrprime.id/ruang-publik/strategi-daerah-terapkan-pembatasan-iklan-rokok
[diakses pada tanggal 28 Juni 2020].
Saya sudah
berbagi pengalaman pribadi untuk #putusinaja hubungan dengan rokok atau
dorongan kepada pemerintah untuk #putusinaja kebijakan pengendalian tembakau
yang ketat. Anda juga bisa berbagi dengan mengikuti lomba blog serial
#putusinaja yang diselenggarakan KBR (Kantor Berita Radio) dan Indonesian
Social Blogpreneur ISB. Syaratnya, bisa Anda lihat di sini: https://m.kbr.id/berita/05-2020/yuk__ikuti_lomba_blog__putusinaja__berhadiah_total_21_juta/103163.html