Generasi muda
tidak hanya penerus bangsa, tetapi juga pelurus bangsa. Apakah anda salah satu
pelurus bangsa? Apakah anda ingin turut berperan dalam meluruskan bangsa? Apa
saja liku bangsa yang perlu kita luruskan?
Salah satunya adalah Korupsi. Korupsi
adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan
sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain (Pusat
Bahasa Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, 2016). Kata orang, “korupsi” sudah berakar,
dan menjalar ke seluruh penjuru Indonesia. Akar itu bagian tumbuhan yang
biasanya tertanam di dalam tanah sebagai penguat dan pengisap air serta zat
makanan. Menjalar itu berarti meluas, dan merata (Pusat Bahasa Kemdikbud, 2016).
“Korupsi” sudah membudaya di Indonesia. Membudaya itu berarti menjadi kebiasaan
yang dianggap wajar (Pusat Bahasa Kemdikbud, 2016.
Ngeri gak sih? Sebegitu melekatnya
korupsi dengan kehidupan rakyat Indonesia kah? Apakah pohon korupsi ini masih
mau dipupuk terus? Apakah budaya korupsi ini masih mau dilestarikan terus?
Berdasarkan
hasil penelitian Transparency
International (TI) selama enam tahun berturut-turut dari 1995-2000,
Indonesia selalu menduduki posisi sepuluh besar sebagai negara paling korup di
dunia. Selanjutnya, Corruption Perceptions Index (2015) menunjukkan bahwa Indonesia
memiliki skor 36 dari total 100, dan menduduki rangking ke 88 dari 168 negara,
di mana rangking no 1 adalah negara paling tidak korup (Transparency
International,
2016).
Sebuah survei Global
Corruption Barometer menghasilkan bahwa 18% warga Indonesia melakukan
penyogokan pada tahun 2010. Selain itu, terhadap usaha pemerintah memerangi
korupsi, ada 35% yang menyatakan tidak efektif, 32% menyatakan biasa-biasa
saja, dan 33% menyatakan efektif (Transparency International, 2011). Selanjutnya, pada sebuah survei yang dilakukan pada
tahun 2013, 54% warga menyebutkan bahwa level korupsi di Indonesia meningkat
banyak dalam kurun waktu 2 tahun terakhir (Transparency
International,
2013).
Berdasarkan 12 bidang yang disurvei, responden
Indonesia merasa Polisi adalah yang paling korup, yaitu sebesar 91% dan Media
menduduki posisi ke-12 yaitu sebesar 19%. Ada satu hal yang memilukan dari
hasil survei ini, yaitu sistem pendidikan di Indonesia dinilai korup oleh 49%
responden (Transparency International, 2013). Ternyata, sistem yang sangat berperan penting dalam
membina generasi muda bangsa sudah korup.
Dalam survei ini, ada juga sebuah pertanyaan sederhana
dan penting yang ditanyakan, yaitu, “Seberapa setujukah anda bahwa orang biasa
dapat membuat suatu perubahan dalam memerangi korupsi?” Ini sangat penting
untuk menilai seberapa besar kesadaran warga Indonesia akan perannya
masing-masing dalam memerangi korupsi? Begini hasil surveinya, ada 2% sangat
tidak setuju, 17% tidak setuju, 70% setuju, dan 11% sangat setuju (Transparency
International,
2013).
Layaknya
bunyi salah satu tweet dari akun Twitter Transparency International Indonesia
(@TIIndonesia): “Jangan menjadi pemadam kebakaran, kita harus
menciptakan sistem atau sumber daya yang dapat mencegah kebakaran. Hal sama
juga pada pemberantasan korupsi.” Jadi, sangat
penting untuk mengajarkan anti-korupsi sejak dini. Gerakan anti-korupsi ini
pada dasarnya adalah upaya mencegah dan memberantas tindakan korupsi.
Akan tetapi, tindakan korupsi juga sudah mulai dilakukan
sejak dini. Sebuah contoh sederhana adalah saat anak diminta bantu orang tua
untuk berbelanja, kemudian ada uang kembalian dari belanja tersebut, anak
memberikan uang kembalian kepada orang tua, lalu orang tua berkata, “Itu untuk
kamu saja.” Ini memberikan kesan kepada anak bahwa uang kembalian tersebut adalah haknya. Saat anak memperoleh
uang kembalian pada belanja kali berikutnya, anak akan beranggapan bahwa uang
tersebut akan menjadi miliknya lagi. Bahkan, anak tidak lagi akan berinisiatif untuk
menyerahkan uang kembalian tersebut karena beranggapan bahwa uang tersebut
layak adalah miliknya. Dengan demikian, korupsi sudah dilakukan sejak dini. Walaupun
sebenarnya, niat dari orang tua adalah memberikan penghargaan karena telah
membantu melakukan sesuatu, tetapi secara tidak langsung mendidik anak untuk
berkorupsi. Kekurangtepatan perlakuan orang tua ini sering kurang disadari.
Hal serupa juga sering aku alami saat kecil.
Seringkali saat membantu orang tua membeli sesuatu dan ada uang kembalian,
orang tuaku sering bilang, “simpan saja, itu untuk kamu.” Namun, hati nuraniku
selalu mendorong aku untuk mengembalikan uang kembalian itu walaupun seringkali
ucapan dari orang tua akan serupa dan uang itu akan masuk dalam celenganku. Tetapi,
setidaknya, aku membuktikan bahwa “Aku Anak Jujur.” Aku yakin tindakan ini membuat
aku makin disayangi. Saat anak-anak maupun orang tua lain melihat sikapku ini,
mereka kemudian akan berpikir bahwa sebaiknya mereka juga bertindak demikian.
Coba, gimana perasaan kamu bila suatu ketika kamu
tidak berinisiatif membalikkan uang kembalian itu, dan ditanya oleh orang
tuamu. Ehm, itu bukan suatu rasa malu sih, melainkan menjadi suatu kejanggalan
di kedua belah pihak. Anak mungkin merasa kecewa, “Ah, kenapa kali ini diminta
sih, padahal biasanya itu untuk aku.” Menanggapi kekecewaan anak, orang tua
mungkin akan berpikir, “Apakah seharusnya aku tidak menanyakan uang kembalian
ini?”
Selain pendidikan pertama yang diperoleh dari
keluarga, anak-anak seterusnya akan menempuh pendidikan di lembaga formal dan
nonformal. Tindakan-tindakan korupsi pun sering dijumpai di sini, seperti menyontek
dan terlambat. Aksi terlambat pun tidak hanya sering dilakukan oleh peserta
didik, melainkan juga oleh para pendidik. Guru dan dosen yang terlambat datang
ke kelas sehingga para peserta didik berkeliaran seperti ayam kehilangan induk
merupakan sebuah fenomena korupsi terhadap waktu. Siapa sih yang akan rugi bila menyontek dan terlambat? Bukankah akan
lebih bangga dengan nilai hasil belajar sendiri daripada hasil menyontek?
Bukankah waktu itu gratis tapi sangat berharga?
Namun, ada pula program Kantin
Kejujuran yang diberlakukan di beberapa sekolah
di Indonesia di mana beli, bayar, dan ambil kembalian sendiri. Tujuannya adalah
dalam rangka menggalakkan “Gerakan Langsung Anti-korupsi Sejak Dini” (Galaksi). Dengan
menanamkan kejujuran pada anak sejak dini, maka diharapkan setelah dewasa
mereka dapat menjadi orang yang jujur, apapun pekerjaan mereka nantinya
(Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, 2014).
Selain
itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Republik Indonesia juga
bergandengan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mecanangkan
Pendidikan Anti-korupsi
di Perguruan Tinggi mulai tahun ajaran 2012-2013. Akan tetapi, yang paling penting bukanlah Pendidikan Anti-korupsi, melainkan
Pembiasaan Anti-korupsi. Aku memang tidak menuntut ilmu di sekolah dengan
Kantin Kejujuran maupun di Perguruan Tinggi dengan Pendidikan Anti-korupsi
dalam kurikulum, tapi aku anak jujur yang mempraktekkan tindakan anti-korupsi
dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan
demikian, sangat penting untuk mengajarkan anti-korupsi sejak dini pada generasi muda. Anti-korupsi harus mulai
ditanamkan sejak dini dengan bertindak jujur dan disiplin waktu. Siapapun dapat
melakukan tindakan anti-korupsi
kapanpun, dan di manapun dalam wujud prilaku-prilaku sederhana yang sebenarnya
berdampak besar. Semakin sadarnya masyarakat akan kerugian yang ditimbulkan
akibat korupsi dan pentingnya anti-korupsi, maka semakin dekat pula langkah
menuju Indonesia bebas korupsi.
Tentu saja, tidak semua orang dapat berperan dalam hal
menindaki kasus-kasus korupsi, tetapi semua dapat berperan dalam mencegah
korupsi. Ingatlah bahwa, korupsi bernilai miliaran dan triliunan itu bermula
dari korupsi recehan. Efek yang diperoleh dari korupsi bukanlah menjadi kaya,
tapi menjadi tidak dipercayai orang. Mari luruskan jalan, tebang pohon korupsi
di Indonesia, dan buka ladang keberhasilan bagi bangsa tercinta ini!
DAFTAR PUSTAKA
Komisi
Pemberantasan Korupsi. 2012. Pendidikan Anti-korupsi untuk Perguruan Tinggi.
Tersedia di kpk.go.id [diakses pada
tanggal 18 September 2016].
Pusat Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Tersedia
online di http://kbbi.web.id [diakses
pada tanggal 18 September 2016].
Transparency International. 2011. Global Corruption Barometer 2010/11. Tersedia
online di https://www.transparency.org/country/#IDN_PublicOpinion
[diakses pada tanggal 18 September 2016].
Transparency International. 2013. Global Corruption Barometer 2013. Tersedia online
di https://www.transparency.org/gcb2013/country/?country=indonesia
[diakses pada tanggal 18 September 2016].
Transparency International. 2016. Corruption by County/ Territory: Indonesia. Tersedia
online di https://www.transparency.org/country/#IDN_DataResearch [diakses pada tanggal 18 September 2016].
Transparency International Indonesia. 2016. Tweets by @TIIndonesia. Tersedia online di https://twitter.com/TIIndonesia/status/776287317602414593
[diakses pada tanggal 18 September 2016].
Yayasan Buddha Tzu Chi
Indonesia. 2014. Melatih Kejujuran Sejak Dini. Available online at http://www.tzuchi.or.id/inspirasi/kisah-humanis/melatih-kejujuran-sejak-dini/14
[diakses pada tanggal 18 September
2016].